TUJUAN AUDIT INVESTIGATIF, AKSIOMA INVESTIGASI & TAHAPAN HUKUM ACARA PIDANA (AUDIT FORENSIK)
1. Tujuan
Dilakukannya Audit Investigasi
Menurut Soejono Karni (2000:4), Audit
ketaatan yang bertujuan untuk mengetahui apakah seorang atau klien telah
melaksanakan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang
memiliki otoritas yang lebih tinggi. Dalam audit investigatif, ketentuan yang
harus ditaati sangat luas, tidak hanya kebijakan manajemen tapi juga sampai
dengan hukum formal, hukum material dan lain-lain. Untuk itu auditor forensik
tidak hanya cukup untuk menguasai bidang ekonomi tapi jug hukum-hukum yang
berlaku.
Audit investigatif berdasarkan permintaan
penyidik adalah membantu penyidik untuk membuat terang perkara pidana yang
sedan dihadapi penyidik. Auditor bertugas menggumpulkan bukti-bukti surat yang
mendukung dakwaan jasa. Tujuan audit investigatif berdasarkan pengaduan
masyarakat adalah untuk melaksanakan audit lebih lanjut untuk mencari kebenaran
dari pengaduan tersebut. Tujuan audit investigatif berdasarkan hasil temuan
sebelumnya adalah untuk mengadakan audit lebih lanjut untuk membuktikan apakah
kecurigaan tersebut terbukti atau tidak.
2.
AKSIOMA DALAM
INVESTIGASI
Dalam pandangan para filsuf Yunani,
aksioma adalah klaim atau pernyataan yang dapat dianggap benar, tanpa perlu
pembuktian lebih lanjut. Tradisi ini diterusan dalam logika yang tradisional,
bahkan sampai kepada (apa yang kita sebut) ilmu-ilmu eksakta.
Aksioma atau postulate adalah
pernyataan yang tidak dibuktikan atau tidak diperagakan, dan dianggap sudah
jelas dengan sendirinya. Kebenaran dari proposisi ini tidak dipertanyakan lagi.
Aksioma merupakan titik tolak untuk menarik kesimpulan tentang suatu kebenaran
yang harus dibuktikan melalui pembentukan teori.
Association
of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebut tiga aksioma dalam
melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini oleh
ACFE diistilahkan fraud axioms (aksioma fraud)
yang terdiiri atas :
a. Aksioma -1, fraud is hidden
b. Aksioma-2, Reverse proof
c. Aksioma-3, Existence of Fraud
Ketiga
aksioma fraud di bahas di bawah
Aksioma tentang fraud sangat gamblang (self-evident). Ketiga aksioma tentang fraud ini pun tidak memerlukan pembuktian mengenai
kebenaannya. Namun, jangan remehkan “kegambalangannya”. Pemeriksa yang
berpengalaman pun sering kali menghadapi berbagai masalah ketika ia mengabaikan
aksioma-aksioma ini.
1.
Fraud
is Hidden
“Fraud is
hidden” atau ”fraud selalu
tersembunyi”
Berbeda
dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah
tersembunyi. Metode atau modus operandinya mengandung tipuan, untuk
menyembunyikan sedang berlangsungnya fraud.
Hal yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau
berlangsung.
Kita
terkesan dengan perampokan bank yang dilakukan secara terbuka. Segerombolan
penjahat masuk ke lobi bank, menodongkan senjata api kepada teller dan manajer
bank, memaksa para teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang
berharga lain yang ada dalam khasanah (vault,kluis),
kemudian meninggalkan bank dengan kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh
pelanggan bank yang sedang atau akan bertransaksi di bawah sorotan kamera video
(CCTV, closed-circuit television)
Bandingkan adegan tadi dengan adegan
lain. Direksi bank atau kepala cabang bank besar memfasilitasi ”pelanggangnya”
dengan membuka L/C fiktif atau memberikan kredit bodong yang segera menjadi NPL
(non-performing loan).
Transaksi ini di dukung dengan segala
macam berkas resmi dari perusahaan sang pelanggan, bank, notaris, kantor
akuntan, pengacara, bermacam-macam legitimasi (termasuk surat-surat keputusan
dari lurah sampai petinggi negara lainnya) dan entah berkas apalagi (mungkin
risalah rapat direksi). Hal kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup
rapat-rapat kebusukan mereka. Penyuapan aparat penegak hukum dari instansi lain
merupakan biaya penutup kebusukan ini. Kedua skenario ini tidak terpisah, satu
menguatkan yang lain dalam jalinan atau packaging yang rapi. Ada Arranger. Kalau
perlu ada seremoni penandatanganan perjanjian kredit atau L/C yang di hadiri
pejabat negara.
Adegan pembobolan pertama (oleh perampok)
terlihat kasar dan kasat mata. Adegan pembobolan kedua (oleh kelompok yang
disebut atau menamakan diri mereka “profesional”) terlihat bersih. Jumlah yang
di jarah dalam adegan pertama hanya ratusan juta rupiah. Dalam adegan kedua,
nilai jarahan ratusan miliar atau triliun rupiah.
Mengapa aksioma ini penting? ACFE
mengingatkan “...., no opinion
should be given that fraud does or does not exist within a spesific environment.”(“....,
jangan berikan pendapat bahwa suatu fraud terjadi
atau tidak terjadi di suatu lembaga, perusahaan, atau entitas.”)
Metode untuk menyembunyikan fraud begitu
banyak, pelaku fraud sangat
kreatif mencari celah-celah untuk menyembunyikan fraud-nya, sehingga investigasi yang berpengalaman pun sering
terkicuh. Meskipun pendapat bahwa fraud terjadi
(padahal fraud tidak
terjadi) atau, sebaliknya, memberikan pendapat bahwa fraud tidak terjadi (padahal sebenarnya fraud terjadi), membuat
investigator (pemeriksa fraud)
berisiko menghadapi tuntutan hukum.
2.
Reverse
Proof
“Reverse
proof” secara harfiah berarti “pembuktian secara terbalik”. Agar kita tidak
keliru mencampuradukkannya dengan istilah hukum ”pembalikan beban
pembuktian” (omkeren va de bewijslat”,
penulis menerjemahkan “reverse proof”
sebagai pembuktian fraud secara timbal balik”
Inilah penjelasan ACFE mengenai
aksioma fraud yang kedua : “The
examination of fraud is approached from two perpectives. To prove that a fraud
has occured, the proof must include attempst to prove it has not occurred. The
reserve is also true. In attemting to prove has not occurred, that proof must
also attempt to prove that is has”
(“Pemeriksaan fraud didekati dari dua arah. Untuk membuktikan fraud memang terjadi, pembuktian
harus meliputi upaya untuk membuktikan bahwa fraud tidak terjadi. Dan
sebaliknya, dalam upaya membuktikan fraud tidak
terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk membuktikan bahwa fraud memang terjadi.”)
Penjelasannya adalah sebagai berikut.
Misalnya kita (investigator atau pemeriksa fraud) membantu jaksa penyidik, dan berupaya membuktikan
terjadinya fraud (misalnya
dalam bentuk korupsi). Investigator mengumpulkan bukti dan barang bukti sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang bersangkutan. Tujuannya adalah agar
bukti dan barang bukti, di dalam persidangan dapat diterima sebagai alat bukti
yang diapakai (majelis) hukum untuk membuat putusan tentang telah terjadi
korupsi. Ini adalah arah pertama dari pemeriksaan korupsi atau fraud.
Arah keduanya, justru terbalik.
Investigator mengumpulkan bukti dan barang bukti ssuai dengan ketentuan
perundang-undangan, untuk membuktikan tidak terjadi korupsi. Arah atau
perpesktif kedua dari pemeriksaan fraud sering
kali (karena kurang pengalaman pemeriksa) diabaikan oleh pemeriksa. Upaya dua
arah (timbal balik) ini merupakan bagian yang sangat sulit dalam proses
pembuktian.
Penjelasan
serupa dapat diberikan untuk investigator yang membantu penasihat hukum tim
pembela. Ia berupaya membuktikan tidak terjadi fraud atau
korupsi. Ini adalah arah pertama dari pemeriksaannya untuk membuktian korupsi
atau fraud tidak terjadi. Arah keduanya terbalik. Investigator
mengumpulkan bukti dan barang bukti sesuai dengan ketentuan perundnag-undangan,
untuk membuktikan telah terjadi korupsi.
Mengapa pemeriksaan dilakukan dua arah,
mengapa harus ada reverse proff. Petunjuk ACFE (Fraud examination
Manual) secara singkat menyatakan :’The reason is both sides
of fraud must be examined. Under the law. Proof of fraud must preclude any explanation
other than guilt” (“Alasannya adalah kedua sisi dari fraud harus
diperiksa. Dalam hukum Amerika Serikat pembuktian fraud harus
mengabaikan seriap penjelasan, kecuali pengakuan kesalahan”)
Kita di Indonesia dapat mengabaikan
ketentuan perundang-undnagan Amerika Serikat (dengan beberapa
pengecualian seperti Foreign Corrupt Practices Act). Namun kita
tidak dapat mengabaikan reverse proof ini. Kalau kita
melihat fraud dari dua sisi (terjadi dan tidak
terjadinya fraud) kita dapat mengantisipasi posisi lawan,
sambil memperkuat posisi kita dalam “pertempuran” di sidang pengadilan.
3.
Existence
of Fraud
Aksioma ini secara sederhana ingin
mengatakan bahwa hanya pengadilan yang dapat (berhak) menetapkan bahwa fraud memang terjadi atau
tidak terjadi.
Pemeriksa fraud berupaya membuktikan terjadi atau tidak terjadinya fraud. Namun hanya pengadilan yang
mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Di Amerika Serikat berwenang itu
ada pada pengadilan (majelis hakim) dan para juri.
Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah atau tidaknya seseorang merupakan dugaan atau bagian dari teori fraud, sampai pengadilan (majelis hakim) memberikan putusan atau vonis.
3.
TAHAPAM HUKUM
ACARA PIDANA
1)
Tahap Penyidikan
a.
Penyelidikan
Serangkaian tindakan
penyelidik, untuk mencari dan menemukan sesuatu keadaan/peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menemukan dapat/tidaknya dilakukan penyidikan
Pasal 1 butir 5 KUHAP
Pasal 5,9,75,192-105,111
KUHAP
SIAPA
penyelidik itu ?
Setiap anggota polisi sebagai penyelidik (paling
rendah Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda).
PEJABAT tertentu untuk
melakukan penyelidikan perkara tertentu, misalnya :
a.
PPATK (pusat pelaporan & analisis transaksi keuangan)
b.
Dilakukan adanya dugaan transaksi keuangan yang mencurigakan (Tindak
Pidana Pencucian Uang).
c.
Anggota komnas HAM dlm pelaporan adanya orang hilang
d.
KPK U/kasus Tindak pidana korupsi
Objek
penyelidikan itu?
a. Orang
b. Banda/barang
c. T4 (termasuk rumah dan tempat2 tertutup lainnya)
Caranya :
a.
Terbuka
b.
Sepanjang hal itu dapat menghasilkan keterangan- keterangan yang
diperlukan
c.
Tertutup
Apabila kesulitan untuk
mendpatkannya. Syarat penyelidikan cara tertutup :
1. Petugas yang melakukannya dlm upaya dan usahanya harus menghindarkan
tindakan- tindakan yang bertentangan dengan ketentuan- ketentuan hukum dan
peraturan perUUan yg berlaku.
2.
Petugas yang melakukannya harus mampu menguasai teknik-teknik yang
diperlukan berupa, al:interview,
observasi, surveillance dan undercover.
Tata cara penyelidikan
1.
Menunjukkan
tanda pengenal
2.
Mengetahui,
menerima laporan/pengaduan terjadinya peristiwa yg patut diduga sbg tindak
pidana segera melakukan tindakan penyelidikan yg diperlukan
3.
Terhadap
tindakan tsb penyidik wajib membuat Berita acara dan melaporkan kpd penyidik se
daerah hukum 9KUHAP PSL 102 (1-3)
4.
Dikoordinasi,
diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik
Bentuk
pengajuan laporan/pengaduan
1.
Tertulis harus ditandatangani pelapor
atau pengadu
2.
Lisan
dicatat oleh penyidik dan ditandatangani pelapor, pengadu atau penyidik.
Jika pelapor tidak bisa
menulis harus disebutkan sebagai catatan dalam laporan/pengaduan tersebut
(KUHAP PSL 103 AYAT 1-3)
Sejak kapan status penyelidikan berubah menjadi penyidikan?
Apabila hasil
penyelidikan yang dilakukan polisi ditemukan bukti/petunjuk yang kuat telah
terjadi perbuatan pidana/tindak pidana.
b.
Penyidikan
Serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU untuk mencari serta
mengumpulan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang Tindak pidana yang
terjadi guna menemukan tersangkanya (KUHAP Pasal 1 butir 2)
Tata
cara penyidikan
Pasal
106-136 KUHAP
1.
Dilakukan segera setelah laporan/pengaduan adanya tindak pidana (psl 106
KUHAP)
2.
Penyidikan oleh PPNS diberi petunjuk oleh penyidik POLRI
Tindakan
apa saja yg dilakukan penyidik dlm PENYIDIKAN
1.
Penangkapan
KUHAP BUKU V bagian ke satu pasal16-19
Untuk penangkapan biasa harus dengan surat perintah
penangkapan.
Yang berwenang mengeluarkan surat perintah
penangkapan (berisi identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat TP
yang dipersangkaka dan t4 tersangka diperiksa) adalah Komandan/pejabat yang
ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu.
Dasar
pertimbangan dilakukannya penangkapan dan pembuatan surat perintah penangkapan:
a.
Laporan polisi
b.
Pengembangan
dari pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita acara
c.
Laporan hasil penyelidikan yang dibuat oleh petugas atas perintah penyidik/penyidik
pembantu.
Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam penangkapan:
a. Setelah penangkapan dilakukan, segera diadakan pemeriksaan
untuk menentukan apakah perlu diadakan penahan/tidak, mengingat jangka waktu pengankapan yang diberikan KUHAP hanya 1 hari (1x24 jam)
b. Terhadap
pelanggaran tidak dapat dilakukan penangkapan, kecuali bila telah dipanggil
secara sah 2x berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah
(pasal 19)
c. Segera
setelah dilakukan penangkapan supaya diberikan 1 lembar tembusan surat perintah
penangkapan kepada tersangka dan 1 lembar kepada keluarga (pasal18 (3).
Dalam hal tertangkap tangan
Siapa saja berhak
menangkap tanpa surat perintah dan harus segera menyerahkan tertangkap tangan
beserta barang bukti kepada penyidik/penyidik pembantu.
Wajib menangkap tersangka setiap orang yg mempunyai wewenang dlm tugas ketertiban,ketentraman dan keamanan umum untuk diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyidik/penyidik pembantu.
Tertangkap tangan
Ad. Tertangkapnya seseorang pada waktu sidang melakukan
tindak pidana/dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu
dilakukan/sesaat kemudian setelah diserahkan oleh kalayak ramai bahwa ia yang
melakukannya /apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda itu yang diduga
keras telah dipergunkan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa
ia adalah pelakunya/membantu melakukan tindakan pidana itu (pasal 1 butir 19)
2.
Penahanan
KUHAP BAB V bagian kedua Pasal 20-31
Adalah penempatan tersangka/terdakwa ditempat
tertentu oleh penyidik,/penuntut/hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam KUHAP (pasal 1butir 21)
Ada
3 jenis penahanan:
a.
Penahanan rumah Tahanan Negara
b.
Penahanan rumah
c.
Penahanan kota
Syarat-
syarat penahanan terhadap tersangka/terdakwa (pasal 21)
a.
Adanya
dugaan keras terhadap tersangka/terdakwa akan melarikan diri, menghilangkan
barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana
b.
Harus
dengan surat perintah penahanan bagi tersangka/penetapan hakim bagi terdakwa, mencantumkan :
identitas tersangka/terdakwa, alasan penahanan, uraian siangkat tentang tindak
pidana yang dipersangkakan/didakwakan dan tempat penahanan.
c.
Hanya
dikenakan
terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana, percobaan,
pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
·
Diancam pidana penjara 5 tahun/lebih
·
Pasal 283 (3), 296, 335
(1), 372,378,379 a dst.
Lamanya
penahanan maximal
a.
Penyidik
20+40 diperpanjang Penuntut
Umum =60
b.
JPU
20+
diperpanjang ketua PN 30=50
c.
Hakim PN
30+diperpanjang
Ketua PN 60=90
d.
Hakim PT
30+
diperpanjang ketua PT 60=90
e.
Hakim MA
50+diperpanjang ketua MA 60=110
Masa penangkapan/penahanan dikurangkan
seluruhnya dari pidana
DIJATUHKANNYA
·
Untuk
penahanan rumah =1/2 dari lamanya waktu penahanan
·
Untuk
penahanan kota pengurangannya 1/5 dari jumlah lamanya waktu
penahanan
Hak-hak
tahanan dalam rumah tahanan Negara
1)
Dapat mengikuti kegiatan tohani sembahyang, ceramah dll)
yang diselenggarakan oleh petugas RUTAN atau petugas lain yang ditunjuk oleh
DEPAG RI.
2)
Diperbolehkan
memakai pakaian sendiri dengan memprhatikan kepatutan, kesopanan dan tidak
mengganggu keamanan.
3)
Memperoleh
perawatan kesehatan yang layak dan juga perlu dilakukan perawatan dan
pengobatan di RS di luar rutan setelah mendapat ijin dari instansi yang menahan
atas nasihat dokter rutan.
4)
Dapat
menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum dan org lain atau lembaga sosial
setelah mendapat ijin dari instansi yang menahan.
5)
Diperbolehkan
berolahraga
6)
Tdk
diperkenankan wajib kerja.
Syarat-syarat
permintaan perpanjangan penahanan dari masing-masing instansi
1) Permintaan tersebut sebelum lewat masa penahanan yang
diperkenankan
2) Melampirkan resume
3) Disertai alasan-alasan yang kuat
Tahanan dapat dikeluarkan dari tahanan kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi. Jika lewat max penahanan tahanan harus dikeluarkan
demi hukum.
1.
Penggeledahan
2.
Penyitaan
3.
Pemeriksaan
surat
4.
Penuntutan
5.
Pemeriksaan
sidang pengadilan
6.
Pelaksanaan
putusan hakim
DAFTAR PUSTAKA
Karni, S. (2000). Auditing (Audit Khusus dan
Audit Dalam Praktik). Jakarta: FEUI.
http://dokumentasiilmu90.blogspot.com/2017/02/resume-forensic-audit-bab-12.html
https://fakultashukumterbaikdiindonesia.blogspot.com/2018/01/tahap-tahap-hukum-acara-pidana.html
Komentar
Posting Komentar